Buraq Nari
Buraq Nari The Blogger
Tuesday, August 16, 2016
Saturday, August 13, 2016
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMBERIKAN MAKAN MELALUI NGT (NASOGASTRIC TUBE)
Buraq Nari
1. Pengertian:
Memberikan makan cair melalui selang lambung (enteral) adalah proses memberikan melalui saluran cerna dengan menggunakan selang NGT ke arah lambung.
2. Tujuan:
a. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
b. Mempertahankan fungsi usus
c. Mempertahankan integritas mucosa saluran cerna
d. Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam saluran pencernaan
e. Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna
3. Dilakukan pada :
a. Klien yang tidak dapat makan/menelan atau klien tidak sadar
b. Klien yang terus-menerus tidak mau makan sehingga membahayakan jiwanya, misalnya klien dengan gangguan jiwa.
c. Klien yang muntah terus-menerus
d. Klien yang tidak dapat mempertahankan nutrisi oral adekuat
e. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Premature, dismature
4. Indikasi:
a. Perdarahan GI (Gastrointestinal)
b. Trauma multiple, pada dada dan abdomen
c. Pemberian Obat-obatan, cairan makanan
d. Pencegahan aspirasi penderita dengan intubasi jangka panjang. Operasi abdomen
e. Obstruksi saluran cerna
f. Bilas lambung
g. Pemeriksaan analisis getah lambung
h. Dekompresi
5. Kontraindikasi:
a. Fraktur tulang-tulang wajah dan dasar tengkorak
b. Penderita operasi esofagus dan lambung (sebaiknya NGT dipasang saat operasi)
c. Dugaan fraktur basis kranii
d. Atresia koana
e. Kelainan esofagus (atresia, striktur, luka bakar atau perforasi)
f. Pasca esofagoplasti
6. Kemungkinan Komplikasi:
a. Komplikasi mekanis, seperti sonde tersumbat atau dislokasi sonde
b. Komplikasi pulmonal, seperti bradikardia
c. Komplikasi yang disebabkan karena posisi sonde yang menyerupai jerat atau simpul
d. Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi
7. Persiapan
a. Persiapan Alat :
1) Hanscoen
2) Spuit dengan ukuran 20-50 cc
3) Bengkok
4) Jeli Xilacain
5) Plester
6) Stetoskop
7) Strip indikator pH (kertas lakmus) jika diperlukan
8) Formula makanan selang yang diresepkan
9) Makanan cair sesuai dengan kebutuhan dalam tempatnya, dengan ketentuan suhu makanan harus hangat sesuai suhu tubuh.
10) Air matang (hangat)
11) Bila ada obat yang harus diberikan, dihaluskan terlebih dahulu dan dicampurkan dalam makanan/ air, diberikan terakhir.
b. Persiapan Klien :
1) Informasikan kepada anak dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Jaga privacy klien
c. Persiapan Perawat :
1) Sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan cuci tangan
2) Persiapkan peralatan yang akan digunakan.
5. Prosedur
1) Menerangkan prosedur pada klien
2) Mencuci Tangan dan Memasang sarung tangan (Hanscoen)
3) Klien tetap dalam posisi semi fowler tinggi atau dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30° atau lebih selama 30 menit setelah memberikan makan melalui selang
4) Tentukan panjang NGT (selang/pipa nasogastrik) yang diperlukan dengan mengukur jarak dari lubang hidung melengkung melalui telinga ke xifoid dan tandai dengan plester.
5) Lumasi NGT yang akan dimasukkan dengan jelli (xilacain)
6) Masukkan NGT memalui lubang hidung kedalam orofaring terus hingga ke esofagus sampai batas plester.
7) Cek ketepatan selang di lambung, dengan cara:
a) Buka klem NGT atau spuit NGT dan masukkan selang ke dalam gelas berisi air. Posisi tepat jika tidak ada gelembung udara
b) Buka klem dan lakukan pengisapan/aspirasi cairan lambung dengan menggunakan spuit NG. Cek cairan lambung dengan menggunakan strip indikator pH. Posisi tepat jika pH < 6.
c) Buka klem dan cek dengan menggunakan stetoskop. Masukkan 30 cc udara dalam spuit NGT dan masukkan ke dalam lambung dengan gerakan cepat. Posisi tepat jika terdengar suara udara yang dimasukkan (seperti gelembung udara yang pecah)
8) Fiksasi NGT dengan plester.
9) Setelah yakin bahwa selang masuk ke lambung, Klem selang NGT selama pengisian makanan cair ke dalam spuit.
10) Melalui corong masukkan air matang atau air teh sekurang-kurangnya 15 cc. Pada tahap permulaan, corong dimiringkan dan tuangkan makanan melalui pinggirnya. Setelah penuh, corong ditegakkan kembali.
11) Klem dibuka perlahan-lahan
12) Alirkan makanan cair dengan perlahan. Atur kecepatan dengan cara meninggikan spuit. Jika klien merasa tidak nyaman dengan lambungnya, klem selang NGT beberapa menit.
13) Jika makanan cair akan habis, isi kembali (jangan biarkan udara masuk ke lambung)
14) Bila klien harus minum obat, obat harus dilarutkan dan diberikan sebelum makanan habis.
15) Setelah makanan habis, selang dibilas dengan air masak. Kemudian pangkal selang segera di klem.
16) Rapikan Klien, peralatan dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.
17) Mendokumentasikan prosedur: Catat jumlah dan jenis makanan, pastikan letak selang, patensi selang, respon klien terhadap makanan dan adanya efek merugikan
18) Cuci tangan
8. Kewaspadaan Perawat
Beberapa makanan per selang dipesankan dalam periode 24 jam, sedangkan yang lain dipesankan pada periode intermitten. Dokter menentukan status klien dan kebutuhan nutrisi bila menulis pesanan nutrisi. Formula NG harus digantung hanya selama 8 sampai 12 jam pada suhu ruangan.
9. Evaluasi Keperawatan
a. Status nutrisi adekuat
b. Berat badan dalam rentang normal
c. Aktifitas klien dapat ditoleransi tubuh
10. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Saat melakukan Prosedur Tindakan
1. Identifikasi bising usus yang tidak normal ataupun tidak ada
2. Tinggikan kepala pada saat pemberian makanan untuk menghindari aspirasi dan muntah
3. Tinggikan kepala 1 jam setelah pemberian makanan
4. Bila terjadi muntah yang berat, diare berat dan diduga aspirasi, nutrisi enteral harus langsung dihentikan dan dikonsultasikan ke dokter
5. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering (tiap pemberian tidak boleh > 600cc) dan usahakan mulut lebih kering.
0
Tambahkan komentar
Di tulis oleh :MUHAMMAD LAIST AL CHUDRI
Editor oleh :MUHAMMAD MIRZA
LAPORAN DIABETES MELLITUS
Buraq Nari
laporan pendahuluan Diabetes mellitus
laporan pendahuluan Diabetes mellitus
LAPORAN PENDAHULUAN Diabetes mellitus
ASUHAN KEPERAWATAN Diabetes mellitus
A. PENGERTIAN DIABETES MELITUS
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya.
(Gustaviani, 2006 : 1857 – 1859 )
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaÃnein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronia metabolisme abnormal yang memerlukan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan dan obat – obatan. (Carpenito, 1999 : 143 – 159 )
Diabetes mellitus adalah gangguan metebolik kronis yang tidak dapat smbuh tetapi dapat di control yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karna difisiensi insulin atau ketidak adekuatan penggunaan insulin.( Engram, 1998: 532 – 540 )
Diabetes Mellitus adalah gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatjan oleh kekurangan insulin atau secara relative kekurngan insulin.( Tucker, 1998: 400 – 411 )
Diabetes Mellitus adalah masalah – masalah yang mengancam hidup ( kasus darurat ) yang disebabkan oleh difisiensi relative atau absolute.( Doengoes, 2000: 726 – 784 )
B. ETIOLOGI DIABETES MELITUS
1. DM Tipe
a. Melalui proses imonologik dimana tubuh tidk bias menghasilkan insulin Karena sel beta pancreas dirusak oleh system autoimun.
2. DM Tipe II
a. Obesitas
b. Gaya hidup
c. Usia
d. Infeksi toxin, virus
3. DM tipe lain
a. Defek genetic fungsional sel beta
Kromosom 12, HNF – 1 α (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF – 4 α (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin prometer factor (IPF – 1, dahulu MODY 4)
Kromosom 17, HNF – 1 β (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
DNA mitcohondria, dan lain –lain.
b. Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunrism sindrom Robson Mendenhall, diabetes lipoatropik.
c.Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatomi, neuplasma, fibrosis kristik, hemakromatosis, pankreotopati fibrokalkulus.
d. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromatisoma, hipertiroidisme, aldosteronoma
e. Karena obat/ zat kimia : vector, pentanidin, asam nikotinat,glukokortiroid, hormon tiroid, diazoxin,agonis β, andrenegik, Tiazid, dilatin.
f. Infeksi : rubella sanginetal, CMV.
g.Imunologi ( jarang ).
h. Sindrom genetic lain.
4. Diabetes kehamilan
Biasaya karena herideter.
(Gustaviani, 2006 : 1859)
C. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Diabetes meliltus dapat di klasifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu :
1. DM type I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ).
Sering dikenal dengan diabetes juvenile karena berkembang pada usia kurang dari 30 tahun. Dimana terjadi destruksi sel beta. Umumya menjurus ke defisiensi insulin absolute sehingga penderita insulin absolute harus selalu tergantung pada terapi insulin.
2. DM type II : Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM )
Tejadi pad usia 40 tahun atau lebih, khususnya pda individu dengan obesitas,bervariai mulai dari yang predominan resisten insulin disertai defesiensi insulin relative sapai ang predominan.
3. Diabetes Melitis tipe lain.
a. Defek genetic funsi sel beta
b. Defek genetic kerja insulin
c. Penyakit endokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat/ zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
h. Sindroma genetic lain.
4. Diabetes Kehamilan.
(Mansjoer,1999 : 581 – 582)
D. MANIFESTASI KLINIS DIABETES MELITUS.
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Poliphagi
4. keletihan
5. Kelemahan
6. Malaise
7. Penurunan berat badn
8. Perubahan pandangan/mata kabur
9. Kesemutan,kebas ekstrimitas
10. Penyembuhan luka lambat
11. Infeksi kulit dan pruritas
12. Mengantuk
TANDA DAN GEJALA DIABETES MELITUS
a. Poliuria ( akibat dari diuresis osmotic bila di ambang ginjal terhadap reabsobsi glukusa di capai dn kelebihan glukosa keluar melalui ginjal ).
b. Polidipsia ( disebabkan oleh ehidrasi dan poliuria ).
c. Poliphagia (da sebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan perubahan sintesis protein dan lemak ).
d. Penurunan berat badan ( akibat dari katabolisme protein dan lemak ).
e. Pruritas vulvular.
f. Kelelahan.
g. Gangguan penglihatan
h. Peka rangsang.
i. Kram otot.
( Tucker, 1998: 402 )
E. PATHOFISIOLOGI DIABETES MELITUS
Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel – sel beta pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang menimbulkan hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tiak dapat mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebut diuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan pemecahan lemak dan protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan produksi, disamping pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbagan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas bau aseton. Bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas akibat DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetika tadak terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30 tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh – pembuluh kecil (mikroagiopati), pembuluh – pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina, glomerulus ginjal, syaraf – syaraf perifer, otot – otot kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran berupa arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Kalau ini mengenai arteri – arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufusuensi vaskuler perifer yang di sertai ganggren pada ekstrimitas.
F. PATHAWAY DIABETES MELITUS
Gaya hidup yang obesitas kerusakan sel beta herideter
G. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
Komplikasi yang bias muncul pad diabetes mellitus adalah:
1. Diabetes ketoasidosis
2. Koma hiperosmolar, hiperglikemia, nonketotik.
3. Hipoglikemia
4. Infeksi
5. Penyakit Vaskuler
6. Neuropati
7. Retinopati
8. Nefrospati
(Carpenito, 1999:143)
Komplikasi pada DIABETES MELITUS antara lain:
a. Akut
1. Koma hipoglikemi
2. Ketoasidosis
3. Koma hiperosmolar nonketotik.
b. Kronik
1. Makroangiopati
2. Mikroangiopati
3. Neuropati diabetic
4. Rentan infeksi seperti: tuberkolusis paru, gingivitis, infeksi saluran kemih.
5. Kaki diabetic
(Mansjoer, 1999: 582 – 583)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIABETES MELITUS
1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang lebih dari 200 mg/dl. Biasanya tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula Darah Puasa (FPB) normal yaitu di atas normal. Tes ini mengukur Esscihemoglobin Glikosat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
3. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.
4. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat dan menandakan ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya arterosklerosis.
(Engram, 1998; 536)
I. PENATALAKSANAN DIABETES MELITUS
Kerangka utama penatalaksanan DM yaitu
1. Perencanan makan
- Kabohidrat = 60 – 70 %
- Protein = 10 – 15 %
- Lemak = 20 – 25 %
- Kolesterol = < 300 mg/dl - Serat = 25 gr/hari diutamakan jenis serat larut - Konsumsi garanm dibatasi bila terdapat hipertensi. 2. Latihan jasmani dianjurkan secara teratur 3 – 4 kali permiggu selama ± 0,5 jam. Latihan yang dianjurkan jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, mendayang. 3. Obat berkhasiat hipoglikemik Obat hipoglikemik oral (OHO) antara lain sulfoniurea, biguanid, inhibitor, glukosidae, insulin sensizing agen. ( Mansjoer, 1999: 583 -584) J. FOKUS PENGKAJIAN DIABETES MELITUS
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur.
Tanda : Takikardi dan takipnea pada istirahat atau dengan aktifitas, letargi.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstrimitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardi, hipertensi,nadi yang menurun, distritmia,mata cekung.
3. Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, Isk berulang
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras
5. Makanan cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah,BB menurun, haus, peningkatan frekuensi makan.
Tanda : Kulit kering, turgor kulit jelek, distensi abdomen, napas bau aseton.
6. Neurosensori
Gejala : Pusing, kesemutan, parestesia, gangguan penglihatan (pandangan mata kabur,tidak bias melihat/buta)
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi aktivitas kejang
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat), pusing, nyeri tekan abdomen.
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati – hati.
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk, dngan atau tanpa sputum purulen
Tanda : Lapar udara, batuk, frekuensei pernapasan.
9. Kenyamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaporesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, parestesia/paralysis
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impotent pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
G. FOKUS INTERVENSI DIABETES MELITUS
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan dddiuresis
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
KH : - Tidak terjadi dehidrasi yang ditandai dengan kesetabilan TTV
- Turgor kulit dan perfusi jaringan memadai
- Intake dan output seimbang
Intervensi :
a. Kaji TTV
R : hipolemia dpat dimanifestasikan oleh hipotensi takikardi
b. Kaji adanya pernapadan kussmaul atau napas bau aseton
R : berhubungan pemecahan aseton – asetat
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa
R : merupakan indicator tingkat dehidrasi
d. Kaji suhu,warna kulit atau kelembabannya
R : Mempertahankan rehidrasi/volume sirkulasi
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi insulin
R : meningkatkan kadar insulin
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat.
Tujuan : intake nutrisi terpenuhi
KH : - Berat badan dalam batas normal sesuai dengan usia.
- Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
- Kliendapat mengerti dan menungkapkan penambahan berat badannya karena proses penyakit, kadar gula darah dalam batas normal.
Intervensi
a. Tentukan program diet dan pola makan pasien
R : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan teraputik
b. Kaji dan catat adnya keluhan mual
R : Untuk menentukan intervensi
c. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient)
R : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
d. Identifikasi makanan yang disukai
R : Untuk menentukan diet
e. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan
R : Membantu keluarga dalam memahami kebutuhan nutrisi klien
f. Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R : Untuk perhitungan dan penyesuaian diet untuk kebutuhan pasien.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
KH : Mencegah dan mengurangi terjadinya infeksi
Intervensi :
a. Observasi tanda – tanda infeksi dan peradangan seperti demam kemerahan, dan nyeri.
R : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasannya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis ataudapat mengalami infeksi nosokomial
b. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
R : Mencegah tejadinya infeksi nosokomial
c. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif
R : Glukosa tinggi dalam darah meempercepat pertumbuhan bakteri
d. Ajarkan pasien wanita membersihkan perineal dari depan ke belakang setelah BAB.
R : Mengurrangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih.
e. Berikan antibiotic yang sesuai
R : Penanganan lebih awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic
Tujuan : Meningkatkan tingkat energi
KH : Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktifitas
R : Dapat memberi motipasi dalam aktifitas
b. Beri aktifitas alternative periode istirahat
R : Mencegah kelelahan berlebih
c. Diskusikan cara menghemat kalori selama aktifitas
R : Pasien dapat melakukan banyak aktifitas dengan menghemat energi
d. Tingkatkan partisipasi pasien dlam melakukan aktifitas sehari – hari
R : Meningkatkan harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas pasien
5. Perubahan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan ketidak seimbangan glukosa.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental biasanya
KH : Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
a.Pantau TTV
R : Suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
b. Lindungi pasien dari cidera
R : Pasien mengalami disorientasi merupakan awal timbulnya cidera
c. Beri tempat yang lembut
R : Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit.
d. Bantu pasien dalam ambulasi
R :Meningkatkan keamanan pasien
e. Berikan obat sesuai indikasi
R : Gangguan dalam proses fikir/potensial terhadap aktivitas kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.
(Dongoes, 2000 : 792 – 741)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan. Jakarta : EGC
Doengoes, M.G. 2000. Rencana Asuhan keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medical – Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC
Gustaviani, reno. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi IV. Jilid III. Jakarta: Departemen Iimu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, Ariif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I edisi III. Jakarta: FKUI
Tucker, S.M. 1998. Standar Asuhan Keperawatan Pasien, Proses KEperawatan, Diagnosis dan Evaluasi edisi V. Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN Diabetes mellitus
A. PENGERTIAN DIABETES MELITUS
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya.
(Gustaviani, 2006 : 1857 – 1859 )
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaÃnein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronia metabolisme abnormal yang memerlukan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan dan obat – obatan. (Carpenito, 1999 : 143 – 159 )
Diabetes mellitus adalah gangguan metebolik kronis yang tidak dapat smbuh tetapi dapat di control yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karna difisiensi insulin atau ketidak adekuatan penggunaan insulin.( Engram, 1998: 532 – 540 )
Diabetes Mellitus adalah gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatjan oleh kekurangan insulin atau secara relative kekurngan insulin.( Tucker, 1998: 400 – 411 )
Diabetes Mellitus adalah masalah – masalah yang mengancam hidup ( kasus darurat ) yang disebabkan oleh difisiensi relative atau absolute.( Doengoes, 2000: 726 – 784 )
B. ETIOLOGI DIABETES MELITUS
1. DM Tipe
a. Melalui proses imonologik dimana tubuh tidk bias menghasilkan insulin Karena sel beta pancreas dirusak oleh system autoimun.
2. DM Tipe II
a. Obesitas
b. Gaya hidup
c. Usia
d. Infeksi toxin, virus
3. DM tipe lain
a. Defek genetic fungsional sel beta
Kromosom 12, HNF – 1 α (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF – 4 α (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin prometer factor (IPF – 1, dahulu MODY 4)
Kromosom 17, HNF – 1 β (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
DNA mitcohondria, dan lain –lain.
b. Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunrism sindrom Robson Mendenhall, diabetes lipoatropik.
c.Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatomi, neuplasma, fibrosis kristik, hemakromatosis, pankreotopati fibrokalkulus.
d. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromatisoma, hipertiroidisme, aldosteronoma
e. Karena obat/ zat kimia : vector, pentanidin, asam nikotinat,glukokortiroid, hormon tiroid, diazoxin,agonis β, andrenegik, Tiazid, dilatin.
f. Infeksi : rubella sanginetal, CMV.
g.Imunologi ( jarang ).
h. Sindrom genetic lain.
4. Diabetes kehamilan
Biasaya karena herideter.
(Gustaviani, 2006 : 1859)
C. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Diabetes meliltus dapat di klasifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu :
1. DM type I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ).
Sering dikenal dengan diabetes juvenile karena berkembang pada usia kurang dari 30 tahun. Dimana terjadi destruksi sel beta. Umumya menjurus ke defisiensi insulin absolute sehingga penderita insulin absolute harus selalu tergantung pada terapi insulin.
2. DM type II : Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM )
Tejadi pad usia 40 tahun atau lebih, khususnya pda individu dengan obesitas,bervariai mulai dari yang predominan resisten insulin disertai defesiensi insulin relative sapai ang predominan.
3. Diabetes Melitis tipe lain.
a. Defek genetic funsi sel beta
b. Defek genetic kerja insulin
c. Penyakit endokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat/ zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
h. Sindroma genetic lain.
4. Diabetes Kehamilan.
(Mansjoer,1999 : 581 – 582)
D. MANIFESTASI KLINIS DIABETES MELITUS.
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Poliphagi
4. keletihan
5. Kelemahan
6. Malaise
7. Penurunan berat badn
8. Perubahan pandangan/mata kabur
9. Kesemutan,kebas ekstrimitas
10. Penyembuhan luka lambat
11. Infeksi kulit dan pruritas
12. Mengantuk
TANDA DAN GEJALA DIABETES MELITUS
a. Poliuria ( akibat dari diuresis osmotic bila di ambang ginjal terhadap reabsobsi glukusa di capai dn kelebihan glukosa keluar melalui ginjal ).
b. Polidipsia ( disebabkan oleh ehidrasi dan poliuria ).
c. Poliphagia (da sebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan perubahan sintesis protein dan lemak ).
d. Penurunan berat badan ( akibat dari katabolisme protein dan lemak ).
e. Pruritas vulvular.
f. Kelelahan.
g. Gangguan penglihatan
h. Peka rangsang.
i. Kram otot.
( Tucker, 1998: 402 )
E. PATHOFISIOLOGI DIABETES MELITUS
Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel – sel beta pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang menimbulkan hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tiak dapat mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebut diuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan pemecahan lemak dan protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan produksi, disamping pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbagan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas bau aseton. Bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas akibat DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetika tadak terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30 tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh – pembuluh kecil (mikroagiopati), pembuluh – pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina, glomerulus ginjal, syaraf – syaraf perifer, otot – otot kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran berupa arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Kalau ini mengenai arteri – arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufusuensi vaskuler perifer yang di sertai ganggren pada ekstrimitas.
F. PATHAWAY DIABETES MELITUS
Gaya hidup yang obesitas kerusakan sel beta herideter
G. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
Komplikasi yang bias muncul pad diabetes mellitus adalah:
1. Diabetes ketoasidosis
2. Koma hiperosmolar, hiperglikemia, nonketotik.
3. Hipoglikemia
4. Infeksi
5. Penyakit Vaskuler
6. Neuropati
7. Retinopati
8. Nefrospati
(Carpenito, 1999:143)
Komplikasi pada DIABETES MELITUS antara lain:
a. Akut
1. Koma hipoglikemi
2. Ketoasidosis
3. Koma hiperosmolar nonketotik.
b. Kronik
1. Makroangiopati
2. Mikroangiopati
3. Neuropati diabetic
4. Rentan infeksi seperti: tuberkolusis paru, gingivitis, infeksi saluran kemih.
5. Kaki diabetic
(Mansjoer, 1999: 582 – 583)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIABETES MELITUS
1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang lebih dari 200 mg/dl. Biasanya tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula Darah Puasa (FPB) normal yaitu di atas normal. Tes ini mengukur Esscihemoglobin Glikosat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
3. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.
4. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat dan menandakan ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya arterosklerosis.
(Engram, 1998; 536)
I. PENATALAKSANAN DIABETES MELITUS
Kerangka utama penatalaksanan DM yaitu
1. Perencanan makan
- Kabohidrat = 60 – 70 %
- Protein = 10 – 15 %
- Lemak = 20 – 25 %
- Kolesterol = < 300 mg/dl - Serat = 25 gr/hari diutamakan jenis serat larut - Konsumsi garanm dibatasi bila terdapat hipertensi. 2. Latihan jasmani dianjurkan secara teratur 3 – 4 kali permiggu selama ± 0,5 jam. Latihan yang dianjurkan jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, mendayang. 3. Obat berkhasiat hipoglikemik Obat hipoglikemik oral (OHO) antara lain sulfoniurea, biguanid, inhibitor, glukosidae, insulin sensizing agen. ( Mansjoer, 1999: 583 -584) J. FOKUS PENGKAJIAN DIABETES MELITUS
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur.
Tanda : Takikardi dan takipnea pada istirahat atau dengan aktifitas, letargi.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstrimitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardi, hipertensi,nadi yang menurun, distritmia,mata cekung.
3. Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, Isk berulang
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras
5. Makanan cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah,BB menurun, haus, peningkatan frekuensi makan.
Tanda : Kulit kering, turgor kulit jelek, distensi abdomen, napas bau aseton.
6. Neurosensori
Gejala : Pusing, kesemutan, parestesia, gangguan penglihatan (pandangan mata kabur,tidak bias melihat/buta)
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi aktivitas kejang
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat), pusing, nyeri tekan abdomen.
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati – hati.
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk, dngan atau tanpa sputum purulen
Tanda : Lapar udara, batuk, frekuensei pernapasan.
9. Kenyamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaporesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, parestesia/paralysis
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impotent pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
G. FOKUS INTERVENSI DIABETES MELITUS
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan dddiuresis
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
KH : - Tidak terjadi dehidrasi yang ditandai dengan kesetabilan TTV
- Turgor kulit dan perfusi jaringan memadai
- Intake dan output seimbang
Intervensi :
a. Kaji TTV
R : hipolemia dpat dimanifestasikan oleh hipotensi takikardi
b. Kaji adanya pernapadan kussmaul atau napas bau aseton
R : berhubungan pemecahan aseton – asetat
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa
R : merupakan indicator tingkat dehidrasi
d. Kaji suhu,warna kulit atau kelembabannya
R : Mempertahankan rehidrasi/volume sirkulasi
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi insulin
R : meningkatkan kadar insulin
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat.
Tujuan : intake nutrisi terpenuhi
KH : - Berat badan dalam batas normal sesuai dengan usia.
- Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
- Kliendapat mengerti dan menungkapkan penambahan berat badannya karena proses penyakit, kadar gula darah dalam batas normal.
Intervensi
a. Tentukan program diet dan pola makan pasien
R : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan teraputik
b. Kaji dan catat adnya keluhan mual
R : Untuk menentukan intervensi
c. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient)
R : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
d. Identifikasi makanan yang disukai
R : Untuk menentukan diet
e. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan
R : Membantu keluarga dalam memahami kebutuhan nutrisi klien
f. Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R : Untuk perhitungan dan penyesuaian diet untuk kebutuhan pasien.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
KH : Mencegah dan mengurangi terjadinya infeksi
Intervensi :
a. Observasi tanda – tanda infeksi dan peradangan seperti demam kemerahan, dan nyeri.
R : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasannya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis ataudapat mengalami infeksi nosokomial
b. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
R : Mencegah tejadinya infeksi nosokomial
c. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif
R : Glukosa tinggi dalam darah meempercepat pertumbuhan bakteri
d. Ajarkan pasien wanita membersihkan perineal dari depan ke belakang setelah BAB.
R : Mengurrangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih.
e. Berikan antibiotic yang sesuai
R : Penanganan lebih awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic
Tujuan : Meningkatkan tingkat energi
KH : Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktifitas
R : Dapat memberi motipasi dalam aktifitas
b. Beri aktifitas alternative periode istirahat
R : Mencegah kelelahan berlebih
c. Diskusikan cara menghemat kalori selama aktifitas
R : Pasien dapat melakukan banyak aktifitas dengan menghemat energi
d. Tingkatkan partisipasi pasien dlam melakukan aktifitas sehari – hari
R : Meningkatkan harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas pasien
5. Perubahan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan ketidak seimbangan glukosa.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental biasanya
KH : Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
a.Pantau TTV
R : Suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
b. Lindungi pasien dari cidera
R : Pasien mengalami disorientasi merupakan awal timbulnya cidera
c. Beri tempat yang lembut
R : Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit.
d. Bantu pasien dalam ambulasi
R :Meningkatkan keamanan pasien
e. Berikan obat sesuai indikasi
R : Gangguan dalam proses fikir/potensial terhadap aktivitas kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.
(Dongoes, 2000 : 792 – 741)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan. Jakarta : EGC
Doengoes, M.G. 2000. Rencana Asuhan keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medical – Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC
Gustaviani, reno. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi IV. Jilid III. Jakarta: Departemen Iimu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, Ariif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I edisi III. Jakarta: FKUI
Tucker, S.M. 1998. Standar Asuhan Keperawatan Pasien, Proses KEperawatan, Diagnosis dan Evaluasi edisi V. Jakarta: EGC
Di tulis oleh :MUHAMMAD LAIST AL CHUDRI
Editor oleh :MUHAMMAD MIRZA
Makalah menjalin hubungan efektif dalam pemberian asuhan keperawatan
Buraq Nari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara menjalin hubungan komunikasi yang baik dalam proses keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut (Hamid,1998):
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c. Eksplorasi perasaan.
d. Kemampuan untuk menjadi model peran.
e. Motivasi altruistik.
f. Rasa tanggung jawab dan etik.
B. Fungsi Komunikasi Terapetik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip komunikasi adalah:
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
C. Pengaruh Hubungan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dengan Klien
Hubungan terapeutik perawat-klien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki emosi klien. Dalam hubungan ini perawat memakai diri sendiri dan teknik pendekatan yang khusus dalam bekerja dengan klien untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien.
Secara umum tujuan hubungan terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 96), yaitu:
- Kesadaran diri, penerimaan diri dan penghargaan diri yang meningkat
- Pengertian yang jelas tentang identitas diri dan integritas diri ditingkatkan
- Kemampuan untuk membina hubungan intim interdependen, pribadi dengan kecakapan menerima dan memberi kasih sayang.
- Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pribadi yang realistis.
Untuk mencapai tujuan di atas, berbagai aspek kehidupan klien akan diekspresikan selama berhubungan dengan perawat. Perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan persepsi serta dihubungkan dengan perilaku yang tampak (hasil observasi dan laporan). Area yang diidentifikasi sebagai konflik dan kecemasan perlu diklarifikasi. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi kemampuan klien dan mengoptimalkan kemampuan melakukan hubungan sosial dan keluarga. Komunikasi akan menjadi baik dan perilaku maladaptif akan berubah jika klien sudah mencoba pola perilaku dan koping baru yang konstruktif.
Status klien dalam hubungan terapeutik perawat-klien sudah berubah dari dependen menjadi interdependen. Pada waktu yang lalu, perawat mengambil keputusan untuk klien, saat ini perawat memberi alternatif dan membantu klien dalam proses pemecahan masalah (Cook dan Fontaine, 1987; 14).
Di dalam hubungan terapeutik perawat-klien, perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam membantu klien, perlu mengenal dirinya, termasuk perilaku, perasaan, pikiran dan nilai agar asuhan yang diberikan tetap berkualitas dan menguntungkan klien.
Makalah ini akan menguraikan bagaimana meningkatkan kesadaran diri perawat agar berkembang kualitasnya dalam memberikan asuhan keperawatan yang mencakup uraian tentang tahap hubungan perawat-klien, sifat hubungan dan teknik komunikasi dalam berhubungan.
D. Tugas Perawat pada Setiap Fase Hubungan
- FASE PRA INTERAKSI
Fase pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat, mempunyai hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada kenyataan dalam menolong klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 105).
Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
Tugas perawat pada fase ini :
a. Mendapatkan informasi tentang klien
b. Mencari literature yang berkaitan dengan masalah klien
c. Mengexplorasi perasaan , fantasi, dan ketakutan diri
d. Menganalisa kekuatan diri dan kelemahan professional diri
e. Menentukan spesifik data yang akan dicari
f. Metode yang tepat untuk wawancara
g. Setting ruang dan waktu
- FASE ORIENTASI
Fase ini dimulai pada saat pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien.
Dalam memulai hubungan, tugas utama perawat adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel 3) perlu diuraikan dengan jelas kepada klien sehingga kerjasama dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan klien berperan serta secara penuh dalam kontrak, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada klien dengan gangguan realitas, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontak relitas klien meningkat.
Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien dan mengidentifikasi masalah serta merumuskan tujuan bersama klien.
Elemen Kontrak Perawat-Klien Pada tahap Orientasi
a. Nama individu (perawat dan klien)
b. Peran perawat dan klien
c. Tanggung jawab perawat dan klien
d. Tujuan hubungan
e. Tempat pertemuan
f. Waktu pertemuan
g. Situasi terminasi
h. Kerahasiaan
Contoh nya:
a).Salam Terapeutik
P: “Selamat pagi bu !”
K: “Selamat pagi”
P: “Perkenalkan nama saya Hasna. Pagi ini saya akan merawat ibu dari pukul 07.00 – 14.00. Kalau saya boleh tahu, nama ibu siapa ?”
K: “Nama saya Rina”
b).valuasi / Validasi
P: “Bagaimana tidurnya semalam bu ?”
K: “Oh, tidur saya semalam cukup nyenyak”
P: “Oh ya, ibu sudah mandi pagi ini ?”
K: ”Belum”
c). kontrak
P: “Baiklah bu, karena pagi ini ibu belum mandi, saya akan memandikanibu pagi ini agar ibu merasa segar dan ibu cepat sembuh. Kita melakukannya disini saja bu,tidak lama ko’, kira-kira 20 menit.Bagaimana bu, apakah ibu bersedia ?”
K: “Ya, saya bersedia.”
P:”Baiklah saya akan siapkan alat-alatnya dulu Contoh pada fase ini:
- FASE KERJA
Pada fase kerja perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.
Contoh pada fase ini:
1. Menyiapkan alat-alat di sebelah kanan pasien.
2. Memberitahu dan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
3. Memasang sampiran (menutup jendela, pintu, gorden), selimut dan bantal-bantal dipindahkan dari tempat tidur (bila bantal masih dibutuhkan dipakai seperlunya).
4. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin.
5. Mencuci tangan.
6. Memasang selimut mandi, lipatan bagian atas dipegang olehpasien, lipatan bagian bawah ditarik bersama-sama dengan seprei atas dan selimut kearah kaki.
7. Memberitahu pada pasien bahwa pakaian atas harus dibuka kemudian menutup dengan selimut mandi /kain penutup (berdiri di sisikanan atau kiri pasien).
8. membasuh muka:
- perlak dan handuk kecil dibentangkan di bawah kepala
- membersihkan muka, telinga, dan leher dengan waslap yang telah dibasahi air. Tanyakan apakah pasienmau memakai sabun atau tidak.
- mengeringkan muka dengan handuk
- menggulung perlak dan handuk.
9. membasuh lengan:
- menurunkan selimut mandi, mengangkat atau mempersilahkan pasien mengangkat kedua tangan ke atas.
- meletakkan handuk di atas dada dan melebarkan ke samping kanan dan kiri sehingga kedua tangan dapat diletakkan di atas handuk
- membasahi tangan dengan waslap dan member sabun dimulai (dengan tangan yang jauh dari perawat) dan membilas sampai bersih,kemudian mengeringkandengan handuk (air kotor segera diganti).
Melakukan hal yang sama pada tangan yang dekat dengan perawat.
10. membasuh dada dan perut:
- menurunkan kain penutup sampai perut bagian bawah. Kedua tangan dikeataskan, mengangkat handuk dan membentangkan pada sisi pasien
- membasahi dan member sabun pada ketiak, dada dan perut kemudian membilas sampai bersih dan mengeringkan dengan handuk
- lakukan pada sisi klien yang terjauh kemudian pada sisi yang dekat.
11. Membasuh punggung:
- mengatur posisi pasien miring ke kiri
- membentangkan handuk di bawah punggung sampai bokong
-membasahi punggung sampai bokong , menyabun, membilas dan mengeringkan dengan handuk
- mengatur posisi pasien terlentang dan memakai pakaian atas dengan rapi (sebelumnya pasien menghendaki talk atau tidak).
12. Membasuh kaki:
- mengeluarkan kaki yang terjauh dari selimut mandi dan membentangkan handuk di bawahnya dan menekuk lutut
- membasahi kaki,member sabun dan membilas kemudian mengeringkan dengan handuk
- melakukan hal yang sama pada kaki yang satunya.
13. Membasuh daerah lipatan paha:
- membentangkan handuk di bawah bokong dan bagian bawah perut. Selimut bawah dibuka
- membasahi lipatan paha dan genetalia kemudian menyabun, membilas dengan air bersih dan mengeringkan dengan handuk. Untuk daerah genetalia sebaiknya menggunakan sabun khusus.
14. Menggunakan kembali pakaian pasien bawah dan mengangkat selimut mandi.
15. Memasang selimut pasien kembali dan bantal-bantal diatur, tempat tidur danpasien dirapikan kembali.
16. Membereskan alat.
17. Mencuci tangan.
- FASE TERMINASI
Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya (perawat dan klien) akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara yang dangkal. Terminasi mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan kerena klien masih memerlukan bantuan.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara lain:
a. Vokal: nada, kualitas, keras atau lembut, kecepatan yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
b. Gerakan: refleks, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang atau gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
c. Jarak (space): jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan tingkat keintiman hubungan.
d. Sentuhan: dikatakan sangat penting tetapi perlu mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan setempat.
- Kehadiran Diri Secara Fisik
Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
a. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.
b. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon terhadap klien.
f. Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan oleh Clunn (1991; 168-173) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:
a. Gerakan mata.
Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang pada anak sejak lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan kontak sosial. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2 bulan bayi tersenyum jika kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan reaksi yang tinggi terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn, 1991; 171).
Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. Anak sangat mengerti akan ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak setuju.
b. Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari.
c. Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991, 173).
Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari (dewasa) mengembangkan hal yang sama baginya.
- Kehadiran Diri Secara Psikologis
Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon dan dimensi tindakan (Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 126).
a. Dimensi Respon
Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan.
· Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.
· Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
· Empati
Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan pikiran dan perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
1) Memperkenalkan diri kepada klien.: Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
2) Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
3) Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah, ekspresi wajah.
4) Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
5) Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
· Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
• Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien
• Memberi penjelasan yang akurat oleh perawat
• Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.
b. Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering segera masuk dimensi tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang tinggi dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1987; 131)
· Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi, yaitu:
a) Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien)
b) Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c) Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
· Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
· Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
· Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
· Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Contoh pada fase ini:
1. Evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan
Subjektif: Bagaimana bu perasaan ibu setelah dimandikan pagi ini ? Apa yang ibu rasakan ?
Objektif: Klien tampak segar,rambut dan pakaian tampak rapi.
Observasi respon klien selanjutnya.
2. Rencana tindak lanjut
P: “Baiklah bu, karena saya sudah selesai memandikan ibu, saya kembali ke ruangan dulu, untuk nanti sore atau besok pagi apabila ibu ingin mandi, ibu bisamelakukannya seperti yang saya lakukan tadi, minta bantuan keluarga ibu, apakah ibu mengerti ?
K: “ Ya, terima kasih saya sudah mengerti”.
3. Kontrak yang akan datang
P: “ Silahkan ibu beristirahat kembali, nanti saya akan dating lagi sekitar pukul 10.00 untuk memberikan suntikan melalui selang infus ibu, sebagai obat rutin yang harus dimasukkan, tidak lama bu kira-kira 5 menit dan kita melakukannya di sini saja. Apakah ibu bersedia ?”
K: “ Ya,saya bersedia”.
P:” Baiklah bu, apabila ibu memerlukan bantuan saya panggil saya di ruang perawat ! Selamat pagi bu”.
K:” Selamat pagi”.
KETERANGAN:
P: PERAWAT
K: KLIEN/PASIEN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
- Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
- Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
- Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami bahwa pentingnya komunikasi dalam kehidupan kita sehari – hari terutama dalam proses pembangunan dan dalam proses keperawatan dan diharapkan juga bagi pembaca agar dapat menggunakan bahasa yang sesuai dalam pergaulan sehari – hari, khususnya bagi pembaca yang berprofesi sebagai seorang perawat atau tenaga medis lainnya agar dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien guna untuk menjalin kersama dengan pasien dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk kesehatan pasien serta berkomunikasi dengan baik terhadap rekan kerja dan siapapun yang terdapat di tempat kita bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi.Cetakan 2004
Koentjoro. 1989. Konsep Pengenalan Diri dalam AMT. Makalah. Dalam Modul Pelatihan AMT. Jurusan Psikolog
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat tuhan yang maha esa, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul MENJALIN HUBUNGAN EFEKTIF DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas kuliah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Sigli, November 2014
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………....i
DAFTAR ISI..……………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………..………. 1
A. Latar Belakang……………………………………..………...1
B. Tujuan………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….2
A. Pengertian komunikasi terapeutik………………………...….2
B. Fungsi Komunikasi Terapeutik...…………………………….2
C. Pengaruh Hubungan Komunikasi Terapeutik antar perawat Dengan klien………………...………………………………..3
D. Tugas Perawat Pada Fase Hubungan…………...…………….4
BAB III PENUTUP..………………………………………………16
A. Kesimpulan…………………..……………………………..16
B. Kritik dan Saran……………..……………………………...16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………....17
Di tulis oleh :MUHAMMAD LAIST AL CHUDRI
Editor oleh :MUHAMMAD MIRZA
Subscribe to:
Posts (Atom)