Showing posts with label deskripsi. Show all posts
Showing posts with label deskripsi. Show all posts

Saturday, August 13, 2016

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMBERIKAN MAKAN MELALUI NGT (NASOGASTRIC TUBE)

Buraq Nari


 



1.    Pengertian:
Memberikan makan cair melalui selang lambung (enteral) adalah proses memberikan melalui saluran cerna dengan menggunakan selang NGT ke arah lambung.

2.    Tujuan:
a.       Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien  
b.      Mempertahankan fungsi usus
c.       Mempertahankan integritas mucosa saluran cerna
d.      Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam saluran pencernaan
e.       Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna

3.    Dilakukan pada :
a.       Klien yang tidak dapat makan/menelan atau klien tidak sadar
b.      Klien yang terus-menerus tidak mau makan sehingga membahayakan jiwanya, misalnya klien dengan gangguan jiwa.
c.       Klien yang muntah terus-menerus
d.      Klien yang tidak dapat mempertahankan nutrisi oral adekuat
e.       Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Premature, dismature

4.    Indikasi:
a.       Perdarahan GI (Gastrointestinal)
b.      Trauma multiple, pada dada dan abdomen
c.       Pemberian Obat-obatan, cairan makanan
d.      Pencegahan aspirasi penderita dengan intubasi jangka panjang. Operasi abdomen
e.       Obstruksi saluran cerna
f.       Bilas lambung
g.      Pemeriksaan analisis getah lambung
h.      Dekompresi

5.    Kontraindikasi:
a.       Fraktur tulang-tulang wajah dan dasar tengkorak
b.      Penderita operasi esofagus dan lambung (sebaiknya NGT dipasang saat operasi)
c.       Dugaan fraktur basis kranii
d.      Atresia koana
e.       Kelainan esofagus (atresia, striktur, luka bakar atau perforasi)
f.       Pasca esofagoplasti

6.    Kemungkinan Komplikasi:
a.       Komplikasi mekanis, seperti sonde tersumbat atau dislokasi sonde
b.      Komplikasi pulmonal, seperti bradikardia
c.       Komplikasi yang disebabkan karena posisi sonde yang menyerupai jerat atau simpul
d.      Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi

7.    Persiapan
aPersiapan Alat :
1)      Hanscoen
2)      Spuit dengan ukuran 20-50 cc
3)      Bengkok
4)      Jeli Xilacain
5)      Plester
6)      Stetoskop
7)      Strip indikator pH (kertas lakmus) jika diperlukan 
8)      Formula makanan selang yang diresepkan
9)      Makanan cair sesuai dengan kebutuhan dalam tempatnya, dengan ketentuan suhu makanan harus hangat sesuai suhu tubuh.
10)  Air matang (hangat)
11)  Bila ada obat yang harus diberikan, dihaluskan terlebih dahulu dan dicampurkan dalam makanan/ air, diberikan terakhir.
b. Persiapan Klien :
1)      Informasikan kepada anak dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
2)      Jaga privacy klien
c.   Persiapan Perawat :
1)      Sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan cuci tangan
2)      Persiapkan peralatan yang akan digunakan.

5.   Prosedur
1)      Menerangkan prosedur pada klien
2)      Mencuci Tangan dan Memasang sarung tangan (Hanscoen)
3)      Klien tetap dalam posisi semi fowler tinggi atau dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30° atau lebih selama 30 menit setelah memberikan makan melalui selang
4)      Tentukan panjang NGT (selang/pipa nasogastrik) yang diperlukan dengan mengukur jarak dari lubang hidung melengkung melalui telinga ke xifoid dan tandai dengan plester.
5)      Lumasi NGT yang akan dimasukkan dengan jelli (xilacain)
6)      Masukkan NGT memalui lubang hidung kedalam orofaring terus hingga ke esofagus sampai batas plester.
7)      Cek ketepatan selang di lambung, dengan cara:
a)      Buka klem NGT atau spuit NGT dan masukkan selang ke dalam gelas berisi air. Posisi tepat jika tidak ada gelembung udara
b)      Buka klem dan lakukan pengisapan/aspirasi cairan lambung dengan menggunakan spuit NG. Cek cairan lambung dengan menggunakan strip indikator pH. Posisi tepat jika pH < 6.
c)      Buka klem dan cek dengan menggunakan stetoskop. Masukkan 30 cc udara dalam spuit NGT dan masukkan ke dalam lambung dengan gerakan cepat. Posisi tepat jika terdengar suara udara yang dimasukkan (seperti gelembung udara yang pecah)
8)      Fiksasi NGT dengan plester.
9)      Setelah yakin  bahwa selang masuk ke lambung, Klem selang NGT selama pengisian makanan cair ke dalam spuit.
10)  Melalui corong masukkan air matang atau air teh sekurang-kurangnya 15 cc. Pada tahap permulaan, corong dimiringkan dan tuangkan makanan melalui pinggirnya. Setelah penuh, corong ditegakkan kembali.
11)  Klem dibuka perlahan-lahan
12)  Alirkan makanan cair dengan perlahan. Atur kecepatan dengan cara meninggikan spuit. Jika klien merasa tidak nyaman dengan lambungnya, klem selang NGT beberapa menit.
13)  Jika makanan cair akan habis, isi kembali (jangan biarkan udara masuk ke lambung)
14)  Bila klien harus minum obat, obat harus dilarutkan dan diberikan sebelum makanan habis.
15)  Setelah makanan habis, selang dibilas dengan air masak. Kemudian pangkal selang segera di klem.
16)  Rapikan Klien, peralatan dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.
17)  Mendokumentasikan prosedur: Catat jumlah dan jenis makanan, pastikan letak selang, patensi selang, respon klien terhadap makanan dan adanya efek merugikan
18)  Cuci tangan

8.    Kewaspadaan Perawat
Beberapa makanan per selang dipesankan dalam periode 24 jam, sedangkan yang lain dipesankan pada periode intermitten. Dokter menentukan status klien dan kebutuhan nutrisi bila menulis pesanan nutrisi. Formula NG harus digantung hanya selama 8 sampai 12 jam pada suhu ruangan.

9.    Evaluasi Keperawatan
a.       Status nutrisi adekuat
b.      Berat badan dalam rentang normal
c.       Aktifitas klien dapat ditoleransi tubuh

10.    Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Saat melakukan Prosedur Tindakan


1.   Identifikasi bising usus yang tidak normal ataupun tidak ada
2.   Tinggikan kepala pada saat pemberian makanan untuk menghindari aspirasi dan muntah
3.   Tinggikan kepala 1 jam setelah pemberian makanan
4.   Bila terjadi muntah yang berat, diare berat dan diduga aspirasi, nutrisi enteral harus langsung dihentikan dan dikonsultasikan ke dokter
5.   Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering (tiap pemberian tidak boleh > 600cc) dan usahakan mulut lebih kering.
Diposkan 25th March oleh Madura Senja
  
Tambahkan komentar


 Di tulis oleh :MUHAMMAD LAIST AL CHUDRI

Editor oleh   :MUHAMMAD MIRZA

LAPORAN DIABETES MELLITUS

Buraq Nari

laporan pendahuluan Diabetes mellitus

LAPORAN PENDAHULUAN Diabetes mellitus
ASUHAN KEPERAWATAN Diabetes mellitus

A. PENGERTIAN DIABETES MELITUS
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya.
(Gustaviani, 2006 : 1857 – 1859 )

Diabetes mellitus
, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronia metabolisme abnormal yang memerlukan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan dan obat – obatan. (Carpenito, 1999 : 143 – 159 )

Diabetes mellitus adalah gangguan metebolik kronis yang tidak dapat smbuh tetapi dapat di control yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karna difisiensi insulin atau ketidak adekuatan penggunaan insulin.( Engram, 1998: 532 – 540 )

Diabetes Mellitus
 adalah gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatjan oleh kekurangan insulin atau secara relative kekurngan insulin.( Tucker, 1998: 400 – 411 )

Diabetes Mellitus
 adalah masalah – masalah yang mengancam hidup ( kasus darurat ) yang disebabkan oleh difisiensi relative atau absolute.( Doengoes, 2000: 726 – 784 )

B. ETIOLOGI DIABETES MELITUS

1. DM Tipe
a. Melalui proses imonologik dimana tubuh tidk bias menghasilkan insulin Karena sel beta pancreas dirusak oleh system autoimun.
2. DM Tipe II
a. Obesitas
b. Gaya hidup
c. Usia
d. Infeksi toxin, virus
3. DM tipe lain
a. Defek genetic fungsional sel beta
Kromosom 12, HNF – 1 α (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF – 4 α (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin prometer factor (IPF – 1, dahulu MODY 4)
Kromosom 17, HNF – 1 β (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
DNA mitcohondria, dan lain –lain.
b. Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunrism sindrom Robson Mendenhall, diabetes lipoatropik.
c.Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatomi, neuplasma, fibrosis kristik, hemakromatosis, pankreotopati fibrokalkulus.
d. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromatisoma, hipertiroidisme, aldosteronoma
e. Karena obat/ zat kimia : vector, pentanidin, asam nikotinat,glukokortiroid, hormon tiroid, diazoxin,agonis β, andrenegik, Tiazid, dilatin.
f. Infeksi : rubella sanginetal, CMV.
g.Imunologi ( jarang ).
h. Sindrom genetic lain.
4. Diabetes kehamilan
Biasaya karena herideter.
(Gustaviani, 2006 : 1859)

C. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Diabetes meliltus dapat di klasifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu :
1. DM type I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ).
Sering dikenal dengan diabetes juvenile karena berkembang pada usia kurang dari 30 tahun. Dimana terjadi destruksi sel beta. Umumya menjurus ke defisiensi insulin absolute sehingga penderita insulin absolute harus selalu tergantung pada terapi insulin.
2. DM type II : Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM )
Tejadi pad usia 40 tahun atau lebih, khususnya pda individu dengan obesitas,bervariai mulai dari yang predominan resisten insulin disertai defesiensi insulin relative sapai ang predominan.
3. Diabetes Melitis tipe lain.
a. Defek genetic funsi sel beta
b. Defek genetic kerja insulin
c. Penyakit endokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat/ zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
h. Sindroma genetic lain.
4. Diabetes Kehamilan.
(Mansjoer,1999 : 581 – 582)

D. MANIFESTASI KLINIS DIABETES MELITUS.
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Poliphagi
4. keletihan
5. Kelemahan
6. Malaise
7. Penurunan berat badn
8. Perubahan pandangan/mata kabur
9. Kesemutan,kebas ekstrimitas
10. Penyembuhan luka lambat
11. Infeksi kulit dan pruritas
12. Mengantuk


TANDA DAN GEJALA DIABETES MELITUS
a. Poliuria ( akibat dari diuresis osmotic bila di ambang ginjal terhadap reabsobsi glukusa di capai dn kelebihan glukosa keluar melalui ginjal ).
b. Polidipsia ( disebabkan oleh ehidrasi dan poliuria ).
c. Poliphagia (da sebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan perubahan sintesis protein dan lemak ).
d. Penurunan berat badan ( akibat dari katabolisme protein dan lemak ).
e. Pruritas vulvular.
f. Kelelahan.
g. Gangguan penglihatan
h. Peka rangsang.
i. Kram otot.
( Tucker, 1998: 402 )

E. PATHOFISIOLOGI DIABETES MELITUS
Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel – sel beta pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang menimbulkan hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tiak dapat mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebut diuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan pemecahan lemak dan protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan produksi, disamping pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbagan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas bau aseton. Bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas akibat DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetika tadak terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30 tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh – pembuluh kecil (mikroagiopati), pembuluh – pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina, glomerulus ginjal, syaraf – syaraf perifer, otot – otot kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran berupa arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Kalau ini mengenai arteri – arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufusuensi vaskuler perifer yang di sertai ganggren pada ekstrimitas.


F. PATHAWAY DIABETES MELITUS
Gaya hidup yang obesitas kerusakan sel beta herideter


G. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
Komplikasi yang bias muncul pad diabetes mellitus adalah:
1. Diabetes ketoasidosis
2. Koma hiperosmolar, hiperglikemia, nonketotik.
3. Hipoglikemia
4. Infeksi
5. Penyakit Vaskuler
6. Neuropati
7. Retinopati
8. Nefrospati
(Carpenito, 1999:143)

Komplikasi pada DIABETES MELITUS antara lain:
a. Akut
1. Koma hipoglikemi
2. Ketoasidosis
3. Koma hiperosmolar nonketotik.
b. Kronik
1. Makroangiopati
2. Mikroangiopati
3. Neuropati diabetic
4. Rentan infeksi seperti: tuberkolusis paru, gingivitis, infeksi saluran kemih.
5. Kaki diabetic
(Mansjoer, 1999: 582 – 583)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIABETES MELITUS
1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang lebih dari 200 mg/dl. Biasanya tes ini di anjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula Darah Puasa (FPB) normal yaitu di atas normal. Tes ini mengukur Esscihemoglobin Glikosat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
3. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.
4. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat dan menandakan ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya arterosklerosis.
(Engram, 1998; 536)

I. PENATALAKSANAN DIABETES MELITUS
Kerangka utama penatalaksanan DM yaitu
1. Perencanan makan
- Kabohidrat = 60 – 70 %
- Protein = 10 – 15 %
- Lemak = 20 – 25 %
- Kolesterol = < 300 mg/dl - Serat = 25 gr/hari diutamakan jenis serat larut - Konsumsi garanm dibatasi bila terdapat hipertensi. 2. Latihan jasmani dianjurkan secara teratur 3 – 4 kali permiggu selama ± 0,5 jam. Latihan yang dianjurkan jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, mendayang. 3. Obat berkhasiat hipoglikemik Obat hipoglikemik oral (OHO) antara lain sulfoniurea, biguanid, inhibitor, glukosidae, insulin sensizing agen. ( Mansjoer, 1999: 583 -584) J. FOKUS PENGKAJIAN DIABETES MELITUS
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur.
Tanda : Takikardi dan takipnea pada istirahat atau dengan aktifitas, letargi.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstrimitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardi, hipertensi,nadi yang menurun, distritmia,mata cekung.
3. Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, Isk berulang
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras
5. Makanan cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah,BB menurun, haus, peningkatan frekuensi makan.
Tanda : Kulit kering, turgor kulit jelek, distensi abdomen, napas bau aseton.
6. Neurosensori
Gejala : Pusing, kesemutan, parestesia, gangguan penglihatan (pandangan mata kabur,tidak bias melihat/buta)
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi aktivitas kejang
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat), pusing, nyeri tekan abdomen.
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati – hati.
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk, dngan atau tanpa sputum purulen
Tanda : Lapar udara, batuk, frekuensei pernapasan.
9. Kenyamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaporesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, parestesia/paralysis
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impotent pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.

G. FOKUS INTERVENSI DIABETES MELITUS
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan dddiuresis
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
KH : - Tidak terjadi dehidrasi yang ditandai dengan kesetabilan TTV
- Turgor kulit dan perfusi jaringan memadai
- Intake dan output seimbang
Intervensi :
a. Kaji TTV
R : hipolemia dpat dimanifestasikan oleh hipotensi takikardi
b. Kaji adanya pernapadan kussmaul atau napas bau aseton
R : berhubungan pemecahan aseton – asetat
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa
R : merupakan indicator tingkat dehidrasi
d. Kaji suhu,warna kulit atau kelembabannya
R : Mempertahankan rehidrasi/volume sirkulasi
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi insulin
R : meningkatkan kadar insulin
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat.
Tujuan : intake nutrisi terpenuhi
KH : - Berat badan dalam batas normal sesuai dengan usia.
- Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
- Kliendapat mengerti dan menungkapkan penambahan berat badannya karena proses penyakit, kadar gula darah dalam batas normal.
Intervensi
a. Tentukan program diet dan pola makan pasien
R : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan teraputik
b. Kaji dan catat adnya keluhan mual
R : Untuk menentukan intervensi
c. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient)
R : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
d. Identifikasi makanan yang disukai
R : Untuk menentukan diet
e. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan
R : Membantu keluarga dalam memahami kebutuhan nutrisi klien
f. Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R : Untuk perhitungan dan penyesuaian diet untuk kebutuhan pasien.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
KH : Mencegah dan mengurangi terjadinya infeksi
Intervensi :
a. Observasi tanda – tanda infeksi dan peradangan seperti demam kemerahan, dan nyeri.
R : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasannya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis ataudapat mengalami infeksi nosokomial
b. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
R : Mencegah tejadinya infeksi nosokomial
c. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif
R : Glukosa tinggi dalam darah meempercepat pertumbuhan bakteri
d. Ajarkan pasien wanita membersihkan perineal dari depan ke belakang setelah BAB.
R : Mengurrangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih.
e. Berikan antibiotic yang sesuai
R : Penanganan lebih awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic
Tujuan : Meningkatkan tingkat energi
KH : Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktifitas
R : Dapat memberi motipasi dalam aktifitas
b. Beri aktifitas alternative periode istirahat
R : Mencegah kelelahan berlebih
c. Diskusikan cara menghemat kalori selama aktifitas
R : Pasien dapat melakukan banyak aktifitas dengan menghemat energi
d. Tingkatkan partisipasi pasien dlam melakukan aktifitas sehari – hari
R : Meningkatkan harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas pasien
5. Perubahan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan ketidak seimbangan glukosa.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental biasanya
KH : Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
a.Pantau TTV
R : Suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
b. Lindungi pasien dari cidera
R : Pasien mengalami disorientasi merupakan awal timbulnya cidera
c. Beri tempat yang lembut
R : Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit.
d. Bantu pasien dalam ambulasi
R :Meningkatkan keamanan pasien
e. Berikan obat sesuai indikasi
R : Gangguan dalam proses fikir/potensial terhadap aktivitas kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.
(Dongoes, 2000 : 792 – 741)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan. Jakarta : EGC

Doengoes, M.G. 2000. Rencana Asuhan keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medical – Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC

Gustaviani, reno. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi IV. Jilid III. Jakarta: Departemen Iimu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mansjoer, Ariif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I edisi III. Jakarta: FKUI

Tucker, S.M. 1998. Standar Asuhan Keperawatan Pasien, Proses KEperawatan, Diagnosis dan Evaluasi edisi V. Jakarta: EGC

Di tulis oleh :MUHAMMAD LAIST AL CHUDRI

Editor oleh   :MUHAMMAD MIRZA